fiction

Suki yo, aishiteru

MYUNGZY
Author: cheonhan
cast: Suzy, Myungsoo, and friends(?)
inspired by: Ouran high school host club
song: One OK Rock – Notes n Words
length: oneshoot, 1.186 words

A love story in 5 scenes, Myungzy.

 

-1-

Saat Myungsoo bertemu dengan gadis itu, ia pikir tak ada yang spesial darinya. Gadis itu bermata eboni besar, dengan warna rambut yang senada dengan warna matanya.  Suzy seolah memiliki kekuatan ajaib, pikirnya. Gadis itu memiliki kemampuan untuk membuat orang bahagia saat melihat senyumnya. Gadis itu … dalam waktu singkat bisa menjadi pusat tata surya bagi teman-teman satu geng Myungsoo – Infinite-. Namun tidak baginya. Maaf saja, tapi ia tidak mau disamakan dengan anak-anak bodoh itu.

Tapi yang tidak bisa dipungkiri adalah … apapun yang ada disekitar gadis itu, otomatis terlihat lebih menyenangkan, dan lebih ‘terang’ daripada biasanya.

Kau ajaib, Bae Suzy.

-2-

Satu hal yang Myungsoo tahu tentang Bae Suzy hari ini. gadis itu selalu berterus terang. Terlalu jujur hingga rasanya Myungsoo ingin sekali membelikan saringan untuk otaknya (siapa tahu saringan itu bisa membantunya menyaring, memilah kata mana yang harus diucapkan dan mana yang tidak.)

                “Aku ingin pergi dari sini untuk beberapa tahun, dan melihat apakah ia akan benar-benar menungguku atau tidak, “ ujar Sungjong. Ya, pria ini dengan nekatnya memutuskan untuk kuliah di luar negeri, segera setelah ia lulus dari sini.

                “Tanpa memberitahunya?” tanya suzy.

                Sungjong tersenyum tipis, namun pesakitan masih terpampang jelas di matanya, “Ya, aku tidak ingin memberitahunya. Kalau ia menangis, aku tidak bisa pergi.”

                “Oh, egois sekali.”

Bae Suzy, kata-kata itu sangat tidak cocok untuk percakapan semacam ini, kau tahu!

Harusnya ia berkata lebih bijak, tapi … ia malah berkata bahwa Sung Jong egois? Apa?

                “Kau menuntut gadis itu mengerti tentang dirimu. Tapi kau sama sekali tidak ingin bercerita padanya? itu namanya egois, SungJong senpai. “

Ah, iya. Ternyata sungjong-lah yang egois.

                “Kenapa kau tidak bilang saja perasaanmu padanya dulu? Apa mau aku bantu?”

Dan akhirnya gadis itu menawarkan bantuan pada seseorang yang … ayolah, hal-hal seperti ini bukanlah urusannya, tapi kenapa ia ingin sekali ikut campur?

Tapi, saat kau melihat matanya yang berbinar, kau sama sekali tidak bisa menolak tawaran bantuannya.

Kau masih ajaib, dan straightforward, bae Suzy.

Dan sepertinya, aku menyukaimu.

 

-3-

                “Aku mau kopi instan saja,”

                “Aku sudah memberimu macchiato, dan kau malah ingin kopi instan?”

                “Aku orang biasa. Dan sudah biasa untukku untuk minum kopi instan, Myungsoo senpai.” Gadis itu menggeser cangkir macchiato itu ke arahku, “Lagipula kenapa kau harus menghambur-hamburkan uangmu hanya untuk secangkir kopi ini?”

Yeah, aku menyewa barista terbaik, mem-booking satu cafe terpandang di Tokyo hanya untuk kami berdua. Untuk seorang sepertiku, itu hal yang biasa.

                “Dengar, ini bukan menghambur-hamburkan uang. Ini namanya privasi, Bae Suzy.” Aku menghisap americano-ku perlahan,”  Lagipula aku masih bisa memberi makan cucu-cucuku nanti, tenang saja. Uangku tidak akan habis sampai tiga, empat atau bahkan tujuh turunan.”

                “Tanpa harus kau sebutkan, aku sudah tahu.” Timpalnya ketus. Sayup-sayup aku mendengar gumaman khasnya, ‘damn rich bastard’.

Tapi kencan pertamaku dengan Bae Suzy hancur karena sebuah panggilan telepon.

Akhirnya aku meninggalkannya disana, sendirian, demi rapat tentang perebutan proyek dua milyar yen.

Aku masih bisa melihat bayangannya dibalik kaca mobil, dan … gadis itu sama sekali tidak menyentuh Macchiato miliknya.

-4-

Wajar saja jika gadis itu tidak mengangkat teleponku beberapa hari setelah kencan gagal kami. Gadis itu tidak membalas pesanku, teleponku, bahkan setelah aku mengirimkan satu bucket bunga berisi kata ‘maaf’. Sepertinya ia benar-benar marah padaku.

Saat aku men-stalking twitternya, inilah tweetnya:

‘Jika kau menyukai sesuatu, sesibuk apapun kau, kau pasti akan menyediakan waktu untuknya barang satu jam atau bahkan beberapa menit saja.’

Aku tahu,aku bukan pria yang baik.

Keluargaku, bukanlah mereka yang hangat. Mereka hanya beberapa manusia yang terobsesi akan keberhasilan dunia, dan mengangap perasaan itu sesuatu yang bisa dipikirkan nantinya.

Tapi berkat Bae Suzy, aku sadar bahwa aku tidak seperti mereka.

Aku punya hati yang selalu berbisik tentangnya, dan punya pikiran yang hanya berpikir  bagaimana caranya membuat bae suzy tersenyum (meskipun akhirnya aku hanya membuatnya bergumam ‘damn rich bastard’).

Suki yo. (aku menyukaimu)

Ah, bukan.

Aishiteruyo. (aku mencintaimu)

-5-

Kemarin sore, aku mendatangi apartemennya. Aku mengetuk pintunya dua kali, lalu ia membuka pintunya saat aku mencoba mengetuk pintu untuk ke empat kalinya. Namun, bukan eye smile yang aku dapatkan darinya, melainkan wajah sepucat nightwalker (aku tidak suka istilah vampire, karena terdengar terlalu hollywood).

                “Gomen (maaf), kemarin aku sakit, jadi tidak sempat mengangkat teleponmu. Masuk,”

aku tidak berkata apa-apa (atau tepatnya tidak bisa berkata apa-apa) saat ia mempersilahkanku masuk dan duduk di dekat kotatsu miliknya. Ini pertama kalinya aku masuk ke apartemennya. Cukup sederhana, setidaknya tidak sehancur yang aku pikirkan. Hanya saja, apartemennya jauh lebih kecil dibanding kamar mandiku. Tidak aneh jika gadis itu selalu bergumam ‘damn rich bastard’.

                “Kau sakit?”

                “Hm-m,” gumamnya datar, sesekali terbatuk. Gadis itu ternyata sedang memasak ramen yang porsinya cukup banyak.

                “Er … kau memakan ramen instan sebanyak ini, bahkan saat kau sakit?”

                “Gajiku dihabiskan untuk membayar sewa dan membeli mesin cuci baru. Gara-gara itu, uang makanku sebulan melayang,” sahutnya datar seolah hal yang ia hadapi sudah biasa.

                “Kenapa kau tidak bilang padaku?”

                Gadis itu mendelik sambil menyeruput mie ramennya, “dan membiarkanmu membawa koki handal, menyuruhnya membuatkan sushi kualitas nomor satu untukku? Tidak terima kasih. Damn-“

                “Rich bastard.” Aku meneruskan kalimatnya seraya menyesap teh buatannya.

                “Yeah, rich bastard.”

Melihatnya memakan ramen seperti orang kelaparan dengan wajah pucat yang menyeramkan, aku menggulung lengan kamejaku, lalu berjalan ke arah dapurnya. Melihatku seperti ini, Suzy terlihat kebingungan.

                “Kau mau apa? Disana tidak ada apa-apa,”

                “Kau punya nasi dan nori, ‘kan?”

                “Ya,”

                “Aku membeli alpukat, salmon ala commoner, dan minyak wijen di mini market disebelah sana,” kataku sambil mengeluarkan isinya satu persatu dari kantong plastik yang aku bawa.

                “Benarkah? Kau tidak membeli alpukat dari thailand, salmon dari amerika, atau ….”

                “Tidak, percayalah padaku,” saat mengeluarkan botol wijen dari kantung plastik, mataku tidak sengaja melihat botol yang sama di dekat lemari dapur milik Suzy, “ Lihat, sama ‘kan?” Aku mengambil botol itu supaya bisa dibandingkan dengan botol minyak wijen yang aku beli.

                “Wow,” gadis itu masih melihatku dengan matanya yang bulat. Ia masih tidak percaya bahwa aku juga bisa membeli barang-barang ala commoner, bukan ‘damn rich bastard’ seperti apa katanya.

                “Oke, Bae Suzy,” aku menunjuknya dengan sumpit yang aku pegang sekarang, “Diam dan lihat aku. Aku, calon suamimu, akan membuatkanmu sushi roll ala commoner.”

Gadis itu mengerutkan alisnya, “Calon suami? Ah, jangan bercanda!”

                “Aku tidak bercanda, dan aku tidak akan pernah bercanda tentang itu. “ sahutku mantap sambil menatapnya tajam dari balik meja pantry.

                “Baiklah, kalau begitu berhenti bertingkah seperti orang-orang kaya itu, deal?”

                “Tergantung. Kalau kau mencoba melarikan diri dariku, akan ku pastikan kau – “

                “Tidak bisa melarikan diri dari negara ini karena aku memegang kekuasaan departemen pertahanan di negara ini juga. Itu ‘kan yang akan kau katakan?”

                “Ya, benar sekali. Kecuali kalau kau punya passport.”

                “Percuma, pihak imigrasi akan mengantarkanku kembali ke depan wajahmu.” Sahutnya datar.

                “Bagus kalau kau tahu,” aku tersenyum. A real smile. Setidaknya ia tahu bahwa ia tidak bisa melarikan diri dariku sampai kapanpun.

Saat aku mencoba menggulung Sushi, gadis itu mengatakan hal yang selama ini ingin aku dengar dari mulutnya. Hah,aku bersyukur dia sedang demam. Kalau tidak, mana bisa aku mendengarkan gumaman semanis ini?

                “Kim Myungsoo, you damn rich bastard,” gadis itu masih menutup matanya, tertidur dengar kotatsu sebagai selimutnya, “Aishiteru.”

You damn rich bastard, I love you.

22 thoughts on “Suki yo, aishiteru

Leave a reply to icha merissa Cancel reply